PRESTASI BELAJAR DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA
Makalah
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Psikologi Pendidikan
Disusun :
Siti Khurotun Ayuni (1403026093)
FAKULTAS ILMU
TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSTAS
ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam proses belajar, peserta didik atau anak
didik mengalami berbagai masalah dalam mencapai prestasi belajarnya. Ada anak
yang sering mendapatkan prestasi yang memuaskan ada pula yang sebaliknya. Banyak
faktor yang mempengaruhi belajar anak, sehingga menentukan prestasinya. Baik
faktor internal dari diri anak itu sendiri maupun faktor eksternal dari luar
anak didik seperti lingkungan dan lain sebagainya. Bahkan ada pula pendidik
yang tidak mengetahui bagaimana supaya anak didiknya mendapatkan prestasi yang
memuaskan. Hanya mengajar di kelas tanpa mengetahui seperti apa keadaan anak
didik, baik psikologis maupun fisiknya.
Semua ini menjadi tantangan seorang pendidik
dalam proses belajar mengajar. Guna menghadapi murid yang sulit meraih prestasi
yang baik kami akan mengulas mengenai prestasi belajar anak didik serta
faktor-faktor yang mempengaruhi dan menghambat seorang anak dalam berprestasi.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan Prestasi Belajar?
2. Bagaimanakah Proses untuk Berprestasi?
3. Aspek-aspek apa sajakah yang terdapat dalam Prestasi Belajar?
4. Apa sajakah Faktor-Faktor Pencapaian Prestasi Belajar?
5. Faktor apa saja yang dapat menghambat Pencapaian Prestasi Belajar?
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Prestasi Belajar
Prestasi belajar (achievement or
performance) ialah hasil pencapaian yang diperoleh seorang pelajar (siswa)
setelah mengikuti ujian dalam suatu pelajaran tertentu. Prestasi belajar
diwujudkan dengan laporan nilai yang tercantum pada buku rapor (report book),
atau kartu hasil studi (KHS). Hasil laporan belajar ini diberikan setiap tengah
semester, setiap semester, ataupun setiap tahun. Setiap pelajar (siswa) berhak
memperolehlaporan hasil prestasi belajar setelah mengikuti berbagai rangkaian
kegiatan pelajaran di kelas.
Dalam pendidikan menengah (SMP, SMA, atau SMK)
setiap guru mata pelajaran (subject teacher) berperan penting dalam
menyampaikan hasil belajar yang di peroleh setiap siswa dikelas yang diajarnya.
Dalam pendidikan sekolah dasar (SD) terutama guru kelas 1 atau 2, dikenal guru
kelas yang mengajar semua pelajaran. Namun demikian, ada sekolah-sekolah yang
menghendaki spesialisasi mata pelajaran yang harus diajarkan oleh masing-masing
guru. Tujuannya untuk memberi keluasan setiap guru dalam mengaktualisasikan
kompetensinya dalam mengajar suatau mata pelajaran keahliannya kepada para
siswa di kelas.
Setiap periode tertentu (tengah semester,
setiap semester, atau setiap tahun), siswa akan mengetahui bagaimana laporan
hasil prestasi belajarnya. Hasil prestasi belajar ini dapat dimanfaatkan untuk
memantau bagaimana taraf kemajuan atau kemunduran, yang dialami setiap siswa
selama mereka mengikuti pengajaran yang diasuh oleh guru-guru mata pelajaran.[1]
2. Proses untuk Berprestasi
Dalam mencapai sebuah hasil belajar yang
memuaskan tidak dengan cara yang mudah, tetapi membutuhkan suatu proses untuk
mencapai sebuah prestasi. Proses-proses tersebut adalah sebagai berikut :
a. Motivasi Ekstrinsik dan Intrinsik
Motivasi ekstrinsik (extrinsic motivation) adalah melakukan sesuatu untuk mendapatkan
sesuatu yang lain (sebuah cara untuk mencapai suatu tujuan). Motivasi
ekstrinsik seringkali dipengaruhi oleh insentif eksternal seperti penghargaan
dan hukuman, pujian, peraturan/tata tertib sekolah, suri tauladan orang tua,
guru, dan lain-lain merupakan contoh konkret motivasi ekstrinsik yang dapat
menolong siswa untuk belajar. Sebagai contoh seorang siswa dapat belajar dengan
keras untuk sebuah ujian dengan tujuan untuk mendapatkan nilai bagus di mata
pelajaran tersebut.
Motivasi intrinsik (intrinsic motivation) adalah motivasi internal untuk melakukan
sesuatu demi hal itu sendiri (sebuah tujuan itu sendiri). Sebagai contoh seorang
siswa dapat belajar dengan keras untuk sebuah ujian karena ia menyukai materi
mata pelajaran tersebut.[2]
b.
Determinasi Diri dan Pilihan Personal
Para peneliti telah menemukan bahwa motivasi
internal dan minat intrinsic siswa dalam tugas sekolah meningkat ketika siswa
mempunyai sejumlah pilihan dan kesempatan untuk memikul tanggungjawab personal
untuk pembelajaran mereka (Grolnick dkk., 2002; Stipek, 2002). Sebagai contoh, dalam satu studi, siswa ilmu pengetahuan sekolah
menengas atas yang didorong untuk mengorganisasi eksperimen mereka sendiri
menunjukkan lebih banyak perhatian dan minat laboratorium dibandingkan teman
mereka yang harus mengikuti pembelajaran dan arahan secara terperinci (Rainey,
1965).
Sebuah pandangan dari motivasi intrinsik menekankan determinasi
diri (Deci, Koestner, & Ryan, 2001). Dalam pandangan ini, siswa ingin meyakini
bahwa mereka melakukan sesuatu atas keinginan mereka sendiri, bukan karena
keberhasilan atau penghargaan eksternal. Dibandingkan dengan sebuah kelompok
pembanding, siswa dalam kelompok motivasi intrinsik/ determinasi diri ini
mendapatkan prestasi yang lebih tinggi dan lebih berkemungkinan lulus dari
sekolah menengah atas.
c. Minat
Psikolog pendidikan juga telah menyelidiki
konsep minat, yang telah digolongkan sebagai sesuatu yang lebih spesifik
dibandingkan motivasi intrinsic (Blumenfeld, Kempler & Krajick, 2006;
Wiegfield dkk., 2006). Riset pada
minat terutama telah berfokus pada hubungan antara minat dengan
pembelajaran. Minat dihubungkan dengan
tindakan pembelajaran mendalam, seperti ingatan atas gagasan pokok dan respons
terhadap pertanyaan pemahaman yang lebih sulit, dibandingkan pembelajaran yang
hanya pada permukaan, seperti respons pertanyaan yang sederhana dan ingatan
kata demi kata atas teks (Sciefele, 1996).
d.
Penghargaan Ekstrinsik dan Motivasi Intrinsik
Dalam satu studi, siswa yang telah mempunyai
minat kuat dalam seni & tidak mengharapkan penghargaan, menghabiskan waktu
lebih lama untuk menggambar dibandingkan siswa yang juga telah mempunyai minat
kuat dalam seni, tetapi mengetahui bahwa mereka akan diberi penghargaan untuk
menggambar (Lepper, Greene, & Nisbett, 1973). Bagaimanapun, penghargaan
kelas dapat berguna yaitu sebagai insentif untuk terlibat pada tugas, yang
tujuannya untuk mengendalikan perilaku siswa dan menyampaikan informasi
mengenai kemampuan untuk menguasai sesuatu. Ketika
penghargaan yang ditawarkan menyampaikan informasi mengenai kemampuan untuk
mengenai sesuatu, perasaan kompetensi siswa kemungkinan akan meningkat.
Dalam sebuah analisis disebutkan bahwa penghargaan secara verbal
(pujian dan umpan balik positif) dapat digunakan untuk meningkatkan motivasi
intrinsik siswa. Ketika penghargaan dikaitkan dengan kompetensi, maka cenderung
mempromosikan motivasi dan minat. Ketika tidak, penghargaan mungkin tidak akan
meningkatkan motivasi atau dapat menghilangkannyasetelah penghargaan
dihilangkan (Schunk, 2004). [3]
e. Atribusi
Teori atribusi (attribution theory) menyatakan
bahwa individu termotivasi untuk mengungkap penyebab yang mendasari kinerja dan
perilaku mereka sendiri. Atribusi adalah penyebab-penyebab yang menentukan
hasil. Ahli-ahli teori atribusi mengatakan bahwa siswa adalah seperti ilmuwan
intuitif, yang mencari penjelasan penyebab dibalik apa yang terjadi. Sebagai
contoh, seorang siswa bertanya, “Mengapa saya tidak berhasil baik dalam kelas
ini?” atau “Apakah saya mendapatkan nilai bagus karena saya belajar dengan
keras atau guru membuat ujian yang mudah, atau keduanya?” Pencarian atas
penyebab atau penjelasan paling mungkin terpicu ketika kejadian tidak terduga
dan penting berakhir dengan kegagalan, seperti ketika seorang siswa yang baik
mendapatkan nilai rendah. Beberapa dari penyebab keberhasilan dan kegagalan
yang paling sering disimpulkan adalah kemampuan, usaha, kemudahan atau
kesulitan tugas, keberuntungan, suasana hati, dan bantuan atau gangguan dari
orang lain.
Adapun strategi terbaik yang dapat dilakukan
oleh guru dalam membantu siswa meningkatkan cara mereka berurusan dengan
atribusi mereka, yaitu sebagai berikut :
1)
Berkonsentrasi pada tugas yang ditangani
daripada mengkhawatirkan kegagalan
2)
Mengatasi kegagalan dengan mempelajari hal-hal
terdahulu yang telah mereka lakukan untuk menemukan kesalahan mereka atau
dengan menganalisis masalahnya untuk menemukan pendekatan yang lain
3)
Menghubungkan kegagalan mereka terhadap
kurangnya usaha daripada kurangnya kemampuan.[4]
f. Efikasi Diri
Efikasi diri adalah keyakinan bahwa “Saya
dapat”; sedangkan keputusasaan adalah keyakinan “Saya tidak dapat” (Maddux,
2002; Lodewyk & Winne,2005). Siswa dengan efikasi diri tinggi setuju dengan
pernyataan seperti “Saya tahu bahwa saya akan mampu mempelajari materi dalam
kelas ini” dan “Saya rasa saya mampu mempelajari materi dalam kelas ini” dan
“Saya rasa saya mampu melakukan aktivitas ini dengan baik”. Efikasi diri mempunyai banyak kemiripan dengan motivasi kemampuan
menguasai sesuatu dan motivasi intrinsik. Dale Schunk (1991, 1999, 2001, 2004)
telah menerapkan konsep efikasi diri pada banyak aspek dari prestasi. Kemampuan
untuk mentransfer materi pelajaran adalah salah satu aspek dari efikasi diri
pengajaran, tetapi efikasi diri pengajaran juga meliputi keyakinan bahwa
seseorang dapat memelihara kelas yang tertib yang merupakan tempat yang
menyenangkan untuk belajar dan keyakinan terhadap kemungkinan untuk mendapatkan
sumber-sumber serta membuat orang tua terlibat secara positif dalam
pembelajaran anak-anak (Bandura, 1997).[5]
g. Penetapan Tujuan, Perancanaan, dan Pemantauan Diri
Para peneliti telah menemukan bahwa efikasi diri dan prestasi
meningkat ketika siswa menetapkan tujuan yang spesifik, bersifat jangka pendek,
dan menantang (Bandura, 1997; Zimmerman & Schunk, 2004). Satu strategi
bagus lainnya adalah mendorong siswa untuk menetapkan tujuan yang menantang.
Sebuah tujuan yang menantang merupakan komitmen terhadap kemajaun diri. Dalam
sebuah studi riset, baik guru maupun siswa melaporkan bahwa tujuan yang
berfokus pada kinerja merupakan hal yang lebih umum dan tujuan yang berfokus
pada tugas kurang umum di kelas sekolah menengah dibandingkan di sekolah dasar
(Midgley, Anderman, & Hicks, 1995). Menjadi seorang perencana yang baik
berarti merencanakan waktu secara efektif, menetapkan prioritas, dan
terorganisasi.
Para peneliti telah menemukan bahwa siswa yang berprestasi tinggi
seringkali merupakan pelajar yang memiliki pengaturan diri (Boekaerts, 2006;
Pressley& Harris, 2006; Schunk & Zimmerman, 2006). Sebagai contoh,
siswa yang berprestasi tinggi lebih banyak memonitor sendiri pembelajaran
mereka dan lebih banyak mengevaluasi secara sistematis kemajuan mereka menuju
suatu tujuan dibandingkan siswa yang berprestasi rendah. Mendorong siswa untuk
memonitor sendiri pembelajaran mereka, menyampaikan pesan bahwa siswa bertanggungjawab
terhadap perilaku mereka sendiri serta pembelajaran mengharuskan partisipasi
siswa yang aktif dan penuh dedikasi (Boekaerts, 2006). [6]
h. Ekspektasi
Ekspektasi dapat mempunyai pengaruh yang kuat pada motivasi
seseorang. Seberapa keras siswa bekerja dapat tergantung pada seberapa banyak
yang mereka harapkan untuk tercapai. Jacqueline Eccles (1987, 1993)
mendefinisikan ekspektasi pada keberhasilan siswa sebagai keyakinan mengenai
seberapa berhasil mereka dalam menyelesaikan tugas, dalam jangka pendek atau
jangka panjang.
Ekspektasi guru mempengaruhi motivasi dan kinerja siswa. Ketika
guru mempertahankan ekspektasi umum yang tinggi bagi prestasi siswa dan siswa
merasakan ekspektasi ini,siswa akan lebih berprestasi, mengalami rasa memiliki
harga diri dan kompetensi yang lebih besar sebagai pelajar, serta menolak
keterlibatan dalam perilaku bermasalah baik selama masa kanak-kanak maupun masa
remaja (Wingfield, 2006). Guru sering kali mempunyai ekspektasi positif lebih
besar untuk siswa dengan kemampuan tinggi dibandingkan untuk siswa dengan
kemampuan rendah dan ekspektasi ini akan mempengaruhi perilaku mereka pada
siswa. Sebuah strategi pengajaran yang penting adalah untuk memonitor
ekspektasi dan memastikan bahwa terdapat ekspektasi positif untuk siswa-siswa
dengan rendah didalamnya.[7]
3. Aspek-aspek yang terdapat dalam Prestasi Belajar
Prestasi belajar harus mencakup aspek-aspek
kognitif, afektif, dan psikomotor. Ketiga aspek ini tidak berdiri sendiri,
tetapi merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan, bahkan membentuk
hubungan hierarki.
a. Tipe Prestasi Belajar Bidang Kognitif
Tipe-tipe prestasi belajar bidang kognitif
mencakup sebagai berikut :
1) Tipe Prestasi Belajar Pengetahuan Hafalan (knowledge)
Pengetahuan ini mencakup aspek-aspek faktual
dan ingatan (sesuatu hal yang harus diingat kembali) seperti batasan,
peristilahan, pasal, hukum, bab, ayat, rumus, dan lain-lain. Tipe ini merupakan
tingkatan tipe prestasi belajar yang paling rendah. Namun demikian, tipe
prestasi belajar ini penting sebagai prasyarat untuk mengusai dan mempelajari
tipe-tipe prestasi belajar yang lebih tinggi. Sebagai contoh, bagaimana mungkin
seorang siswa bisa melakukan shalat dengan baik tanpa ia hafal bacaan-bacaan
dan urutan-urutan kegiatan yang terkait dengan shalat. Demikian juga untuk
ibadah-ibadah lainnya seperti wudhu, tayamum, haji, dan sebagainya.
2) Tipe Prestasi Belajar Pemahaman (comprehention)
Tipe ini lebih tinggi satu tingkat dari tipe
sebelumnya. Pemahaman memerlukan kemampuan menangkap makna atau arti dari suatu
konsep.
3) Tipe Prestasi Belajar Penerapan (Aplikasi)
Tipe ini merupakan kesanggupan menerapkan dan
mengabtraksikan suatu konsep, ide, rumus, hukum dalam situasi yang baru.
Misalnya memecahkan persoalan matematika dengan menggunakan rumus-rumus
tertentu.
4) Tipe Prestasi Belajar Analisis
Tipe ini merupakan kesanggupan memecahkan,
menguraikan suatu integritas menjadi unsur-unsur atau bagian-bagian yang
mempunyai arti. Analisis merupakan kemampuan menalar yang memanfaatkan unsur
pengetahuan, pemahaman, dan aplikasi.
5) Tipe Prestasi Belajar Sintesis
Sintesis merupakan laan analisis. Analisis
tekanannya adalah pada kesanggupan menguraikan suatu integritas menjadi bagian
yang bermakna, sedangkan pada sintesis adalah kesanggupan menyatukan unsur atau
bagian-bagian menjadi satu integritas. Sintesis juga memerlukan hafalan,
pemahaman, aplikasi dan analisis. Melalui sintesis dan analisis maka berpikir
kreatif untuk menemukan sesuatu yang baru (inovasi) akan lebih mudah dikembangkan.
6) Tipe Prestasi Belajar Evaluasi
Tipe ini merupakan kesanggupan memberikan
keputusan tentang nilai sesuatu berdasarkan judgment yang dimilikinya
dan kriteria yang digunakannya. Tipe prestasi belajar ini dikategorikan paling
tinggi. Untuk dapat melakukan evaluasi, diperlukan pengetahuan, pemahaman,
aplikasi, analisis, dan sintesis. [8]
b. Tipe Prestasi Belajar Bidang Afektif
Bidang afektif berkenan dengan sikap dan
nilai. Tipe prestasi belajar afektif tampak pada siswa dalam berbagai tingkah
laku seperti atensi atau perhatian terhadap pelajaran, disiplin, motivasi
belajar, menghargai guru dan teman, kebiasaan belajar, dan lain-lain. Tingkatan
bidang afektif sebagai tujuan dan tipe prestasi belajar mencakup antara lain :
1) Receiving atau attending, yakni kepekaan dalam menerima rangsangan (stimulus)
dari luar yang datang pada siswa.
2) Responding atau jawaban, yakni reaksi yang diberikan seorang siswa terhadap stimulus
yang datang dari luar.
3) Valuing (penilaian), yakni berkenaan dengan penilaian dan kepercayaan terhadap
gejala atau stimulus.
4) Organisasi, yakni pengembangan nilai ke dalam suatu sistem organisasi, termasuk
menentukan hubungan suatu nilai dengan nilai lain dan kemantapan, prioritas
nilai yang telah dimilikinya.
5) Karakteristik dan internalisasi nilai, yakni keterpaduan dari semua sistem nilai
yang telah dimiliki seseorang yang mempengaruhi pola kepribadiannya.[9]
c. Tipe Prestasi Belajar Bidang Psikomotor
Tipe ini tampak dalam bentuk keterampilan
(skill), dan kemampuan bertindak seseorang. Dalam praktik belajar mengajar di
sekolah-sekolah, tipe-tipe prestasi belajar kognitif cenderung lebih dominan
dari tipe-tipe prestasi belajar afektif dan psikomotor. Misalnya, seorang siswa
secara kognitif (evaluasi kognitifnya) dalam mata pelajaran shalat baik, tetapi
dari segi afektif dan psikomotor kurang, karena banyak diantara mereka yang
tidak bisa mempraktikkan gerakan-gerakan shalat secara baik.[10]
4. Faktor-Faktor Pencapaian Prestasi Belajar
Terdapat 2 faktor utama yang mempengaruhi
pencapaian prestasi belajar siswa yaitu sebagai berikut :
a. Faktor Internal
Faktor internal ialah faktor yang berhubungan
erat dengan segala kondisi siswa, meliputi :
1) Kesehatan fisik.
Kesehatan fisik yang prima akan mendukung
seseorang siswa untuk melakukan kegiatan belajar dengan baik, sehingga ia akan
dapat meraih prestasi belajar yang baik pula. Sebaliknya, siswa yang sakit, apalagi
kondisi sakitnya sangat parah dan harus dirawat secara intensif di rumahsakit,
maka ia tidak dapat berkonsentrasi belajar dengan baik. Tentu saja ia pun tidak
akan dapat meraih prestasi belajar dengan baik bahkan bisa berakibat pada
kegagalan belajar (learning failure). [11]
2) Psikologis
a) Intelegensi (intelligence)
Taraf intelegensi yang tinggi (high
average, superior, genius) pada seorang siswa, akan memudahkan bagianya
dalam memecahkan masalah-masalah akademis di sekolah. Dengan kemampuan
intelegensi yang baik tersebut, maka mereka pun akan mampu meraih prestasi
belajar terbaik. Sebaliknya siswa yang memiliki taraf intelegensi rendah, di
tandai dengan ketidakmampuan dalam memahami masalah-masalah pelajaran akademis,
sehingga berpengaruh pada prestasi belajar yang rendah.
Intelegensi seseorang diyakini sangat
berpengaruh pada keberhasilan belajar yang dicapainya. Berdasarkan hasil
penelitian prestasi belajar biasanya berkorelasi searah dengan tingkat
intelegensi, artinya semakin tinggi tingkat intelegensi seseorang , maka
semakin tinggi prestasi belajar yang dicapainya. Bahkan menurut sebagian besar
ahli, intelegensi merupakan modal utama dalam belajar dan mencapai hasil yang
optimal. Perbedaan intelegensi yang dimiliki oleh siswa bukan berarti membuat
guru harus memandang rendah pada siswa yang kurang, akan tetapi guru harus
mengupayakan agar pembelajaran yang ia berikan dapat membantu semua siswa,
tentu saja dengan perlakuan metode yang beragam.[12]
b) Bakat siswa. Secara umum, bakat (aptitude) adalah kemampuan potensial yang
dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang.
Dengan demikian, sebetulnya setiap orang mempunyai bakat dalam arti berpotensi
untuk mencapai prestasi sampai ke tingkat tertentu sesuai dengan kapasitas
masing-masing. Jadi secara global bakat itu mirip dengan intelegensi. Itulah
sebabnya seorang anak yang berintelegensi sangat cerdas (superior) atau
cerdas luar biasa (very superior) disebut juga sebagai talented child,
yakni anak berbakat.[13]
c) Minat adalah ketertarikan secara internal yang mendorong individu untuk
melakukan sesuatu atau kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang
besar terhadap sesuatu. Sifat minat bisa temporer, tetapi bisa menetap dalam
jangka panjang. Minat temporer (temporary interest) hanya bertahan dalam
jangka waktu pendek, dalam hal ini bisa dikatakan minat yang rendah (low
interest). Minat yang kuat (high interest), pada umumnya bisa
bertahan lama karena seseorang benar-benar memiliki semangat, gairah dan
keseriusan yang tinggi dalam melakukan sesuatu hal dengan baik. Bila dikaitkan
dengan suatu mata pelajaran, maka ia akan sungguh-sungguh dalam mempelajari materi
pelajaran tersebut. Hal ini mengakibatkan seseorang bisa meraih prestasi
belajar yang tinggi. Namun mereka yang tidak mempunyai minat (minatnya rendah)
terhadap suatu pelajaran, maka ia tidak akan serius dalam belajar, akibatnya
prestasi belajarnya pun rendah.
d) Kreativitas ialah kemampuan untuk berpikir alternatif dalam menghadapi suatu masalah,
sehingga ia dapat menyelesaikan masalah tersebut dengan cara yang baru dan
unik. Kreatifitas dalam belajar memberi pengaruh positif bagi individu untuk mencari
cara-cara terbaru dalam menghadapi suatu masalah akademis. Ia tidak akan
terpaku dengan cara-cara klasik namun berupaya mencari terobosan baru, sehingga
ia tidak akan putus asa dalam belajar.[14]
3) Motivasi adalah dorongan yang menggerakkan seseorang untuk melakukan sesuatu dengan
sungguh-sungguh. Motivasi belajar (learning motivation) adalah dorongan yang
menggerakkan seorang pelajar untuk sungguh-sungguh dalam belajar menghadapi
pelajaran di sekolah. Motivasi berprestasi (achievement motivation) ialah otivasi
yang akan mendorong individu untuk meraih prestasi belajar yang
setinggi-tingginya. Mereka yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi ,
pada umumnya ditandai dengan karakteristik bekerja keras atau belajar secara
serius, menguasai materi pelajaran, tidak putus asa dalam menghadapi kesulitan
, bila menghadapi suatu masalah maka ia berusaha mencari cara lain.
Tujuan motivasi adalah untuk menggerakkan atau
menggugah seseorang agar timbul keinginan dan kemauannya untuk melakukan
sesuatu sehingga dapat memperoleh hasil atau mencapai tujuan tertentu.[15]
4) Kondisi Psikoemosional yang stabil
Kondisi emosi adalah bagaiman keadaan perasaan
suasana hati yang dialami oleh seseorang. Kondisi emosi seringkali dipengaruhi
oleh pengalaman dalam hidupnya. Misalnya : putus hubungan dengan kekasihnya,
maka membuat seorang pelajar tidak bergairah dalam belajarnya karena merasa
sedih, atau depresi, sehingga berakibat rendahnya prestasi belajarnya.[16]
b. Faktor Eksternal
Faktor eksternal ialah faktor yang berasal
dari luar individu, baik berupa lingkungan fisik maupun lingkungan sosial.
1) Lingkungan fisik sekolah (school physical environmental) ialah
lingkungan yang berupa sarana dan prasaranayang tersedia di sekolah yang
bersangkutan. Sarana dan prasarana di sekolah yang memadai seperti ruang kelas
dengan penerangan, ventilasi udara yang cukup baik, tersedianya AC (penyejuk
ruangan), Overhead Projector (OHP) atau LCD, papan tulis (whiteboard),
spidol, perpustakaan lengkap, laboratorium, dan sarana penunjang belajar
lainnya. Kelengkapan sarana dan prasarana akan berpengaruh positif bagi siswa
dalam meraih prestasi belajar.
2) Lingkungan sosial kelas (Class Climate environment) ialah suasana
psikologis dan sosial yang terjadi selama proses belajar mengajar antara guru
dan murid di dalam kelas. Iklim kelas yang kondusif memacu siswa untuk
bergairah dalam belajar dan mempelajari materi pelajaran yang baik.
3) Lingkungan sosial keluarga (Family sosial environment) ialah suasana
interaksi sosial antara orang tua dengan anak-anak dalam lingkungan keluarga.
Orangtua yang tidak mampu dalam mengasuh anak-anak dengan baik, karena orangtua
cenderung otoriter sehingga anak-anak bersikap patuh semu (pseudo obedience)
dan memberontak bila di belakang orang tua. Pengasuhan permisif yang serba
memperbolehkan seorang anak untuk berperilaku apa saja, tanpa ada kendali orang
tua, akibatnya anak tidak tahu akan tuntutan dan tanggung jawab dalam hidupnya
sebagai pelajar. Kedua pengasuhan ini akan berdampak buruk pada pencapaian
prestasi belajar anak disekolah. Namun orang tua yang menerapkan pengasuhan
demokratis yang ditandai dengan komunikasi aktif orang tua/anak, menetapkan
aturan dan tanggung jawab yang jelas bagi anak, orang tua yang mendorong anak
untuk berprestasi terbaik, maka pengasuhan yang kondusif ini akan berpengaruh positif
dalam pencapaian prestasi belajar anak di sekolah.[17]
5. Faktor Penghambat Pencapaian Prestasi Belajar
Sifat-sifat buruk yang melekat pada diri
seorang individu yang dapat menghambat pencapaian prestasi belajar di sekolah
antara lain:
a. Malas ialah sifat keengganan yang menyebabkan seseorang tidak mau untuk
melakukan sesuatu. Malas belajar ialah sifat keengganan (ketidakmauan) yang
menyebabkan seseorang tidak mau untuk belajar dalam upaya mencapai prestasi
demi masa depan hidupnya. Orang yang malas menganggap belajar sebagai suatu hal
yang tidak penting, orang malas juga sering kali menunjukkan sikap prokrastinasi
yaitu menunda-nunda suatu pekerjaan yang seharusnya dapat dikerjakan dalam
waktu secepatnya. Oleh karena itu orang malas akan berpengaruh buruk pada
prestasi belajarnya.
b. Sifat keterpaksaan ialah suatu sifat yang mudah mengeluh, mengomel dan tidak
mau melakukan suatu tugas yang harus dikerjakan oleh siswa. Sifat ini dianggap
sebagai penghambat karena seorang pelajar tidak memiliki kesadaran untuk
belajar.
c. Persepsi diri yang buruk. Seorang siswa yang memiliki persepsi yang buruk (bad
perception) terhadap diri sendiri, pada umumnya berasal dari lingkungan
keluarga yang tidak mendukung keberhasilan dalam suatu pelajaran dan senantiasa
memperlakukan secara buruk terhadap seorang anak. Persepsi buruk ditandai
dengan suatu perasaan bahwa dirinya adalah orang yang bodoh, tidak mampu, dan
tidak bisa berbuat apa-apa dalam mengikuti pelajaran di sekolah. [18]
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Prestasi belajar (achievement or
performance) ialah hasil pencapaian yang diperoleh seorang pelajar (siswa)
setelah mengikuti ujian dalam suatu pelajaran tertentu. Prestasi belajar
diwujudkan dengan laporan nilai yang tercantum pada buku rapor (report book),
atau kartu hasil studi (KHS).
Terdapat beberapa proses untuk berprestasi,
yaitu :
1. Motivasi Ekstrinsik dan Intrinsik. Motivasi ekstrinsik (extrinsic
motivation) adalah melakukan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu yang lain (sebuah cara
untuk mencapai suatu tujuan). Sedangkan Motivasi intrinsik (intrinsic
motivation) adalah motivasi internal untuk melakukan sesuatu demi hal
itu sendiri (sebuah tujuan itu sendiri).
2. Determinasi Diri dan Pilihan Personal. Para peneliti telah menemukan bahwa motivasi
internal dan minat intrinsic siswa dalam tugas sekolah meningkat ketika siswa
mempunyai sejumlah pilihan dan kesempatan untuk memikul tanggungjawab personal
untuk pembelajaran mereka.
3.
Minat adalah kecenderungan dan kegairahan yang
tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu.
4.
Penghargaan Ekstrinsik dan Motivasi Intrinsik
5. Atribusi. Teori atribusi (attribution theory) menyatakan bahwa
individu termotivasi untuk mengungkap penyebab yang mendasari kinerja dan
perilaku mereka sendiri. Atribusi adalah penyebab-penyebab yang menentukan
hasil.
6. Efikasi Diri, adalah keyakinan bahwa “Saya dapat”; sedangkan keputusasaan adalah
keyakinan “Saya tidak dapat”. Siswa dengan efikasi diri tinggi setuju dengan
pernyataan seperti “Saya tahu bahwa saya akan mampu mempelajari materi dalam
kelas ini” dan “Saya rasa saya mampu mempelajari materi dalam kelas ini” dan
“Saya rasa saya mampu melakukan aktivitas ini dengan baik”.
7. Penetapan Tujuan, Perancanaan, dan Pemantauan Diri. Para peneliti telah menemukan bahwa efikasi diri dan prestasi
meningkat ketika siswa menetapkan tujuan yang spesifik, bersifat jangka pendek,
dan menantang.
8. Ekspektasi. Jacqueline Eccles (1987, 1993) mendefinisikan ekspektasi pada keberhasilan
siswa sebagai keyakinan mengenai seberapa berhasil mereka dalam menyelesaikan
tugas, dalam jangka pendek atau jangka panjang.
Terdapat tiga aspek dalam Prestasi Belajar,
yaitu ;
1) Tipe Prestasi Belajar Bidang Kognitif, tipe ini mencakup Tipe Prestasi
Belajar Pengetahuan Hafalan (knowledge), Tipe Prestasi Belajar Pemahaman
(comprehention), Tipe Prestasi Belajar Penerapan (Aplikasi), Tipe
Prestasi Belajar Analisis, Tipe Prestasi Belajar Sintesis, Tipe Prestasi
Belajar Evaluasi.
2) Tipe Prestasi Belajar Bidang Afektif, tipe ini berkenan dengan sikap dan
nilai.
3) Tipe Prestasi Belajar Bidang Psikomotor, Tipe ini tampak dalam bentuk
keterampilan (skill), dan kemampuan bertindak seseorang.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian
prestasi belajar, dibagi menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor
eksternal, faktor internal meliputi kesehatan fisik, psikologis (intelegensi,
bakat siswa, minat, kreativitas), motivasi, dan kondisi psikoemosional yang
stabil. Sedangkan faktor eksternal meliputi faktor dari luar individu yaitu
Lingkungan fisik sekolah (school physical environmental), Lingkungan
sosial kelas (Class Climate environment), Lingkungan sosial keluarga (Family
sosial environment).
Selain faktor yang mempengaruhi pencapaian prestasi belajar, juga terdapat
faktor yang menghambat pencapaian prestadi belajar, diantaranya yaitu ; malas,
sifat keterpaksaan, dan persepsi diri yang buruk.
B. KRITIK DAN SARAN
Demikianlah makalah ini kami sampaikan kepada kalian, banyak salah dan
kekurangan dari kami tentunya, kami berharap ada masukan berupa kritik dan
saran karena itu sangat membantu untuk perbaikan makalah kami dan semuanya
dipertemuan selanjutnya, terimakasih atas perhatiannya semoga bermanfaat.
DAFTAR PUSTAKA
Dariyo, Agoes.
Dasar-Dasar Pedagogi Modern. 2013.Jakarta : PT Indeks Permata Puri
Media.
Khodijah,
Nyayu. Psikologi Pendidikan. 2014. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Purwanto, M.
Ngalim Psikologi Pendidikan. 1996. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Santrock, John
W. Educational Psychology Buku 2. 2009. Jakarta : Salemba Humanika.
Syah,
Muhibbin. Psikologi-Cet.1. 1999. Jakarta : PT Logos Wacana Ilmu.
Tohirin. Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. 2006 Jakarta
: PT Raja Grafindo Persada.
[1]
Agoes Dariyo, Dasar-Dasar Pedagogi Modern, (Jakarta
: PT Indeks Permata Puri Media. 2013). Hlm 89-90.
[3]
John W. Santrock, Educational Psychology Buku 2, (Jakarta
: Salemba Humanika. 2009). Hlm 206-209.
[4] John W. Santrock, Educational Psychology
Buku 2, (Jakarta : Salemba Humanika. 2009). Hlm 211-213.
[5] John W. Santrock, Educational Psychology
Buku 2, (Jakarta : Salemba Humanika. 2009). Hlm 216-218.
[8]
Drs. Tohirin, Ms. M. Pd, Psikologi Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2006. Hlm
151-154.
[9]
Drs. Tohirin, Ms. M. Pd, Psikologi Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2006. Hlm 154-155.
[10]
Drs. Tohirin, Ms. M. Pd, Psikologi Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2006. Hlm
155-156.
[11]
Agoes Dariyo, Dasar-Dasar Pedagogi Modern, (Jakarta
: PT Indeks Permata Puri Media. 2013). Hlm 90.
[12] Dr. Nyayu Khodijah, S.Ag., M.Si, Psikologi
Pendidikan, (Jakarta : Raja Grafindo Persada. 2014). Hlm 101-102.
[14]
Agoes Dariyo, Dasar-Dasar Pedagogi Modern, (Jakarta
: PT Indeks Permata Puri Media. 2013). Hlm 90-91.
[15]
Drs. M. Ngalim Purwanto, MP, Psikologi Pendidikan,
Bandung : PT Remaja Rosdakarya. 1996. Hlm 73.
[16]
Agoes Dariyo, Dasar-Dasar Pedagogi Modern, Jakarta
: PT Indeks Permata Puri Media. 2013. Hlm 91-92.
[17]
Agoes Dariyo, Dasar-Dasar Pedagogi Modern, Jakarta
: PT Indeks Permata Puri Media. 2013. Hlm 92.
[18]
Agoes Dariyo, Dasar-Dasar Pedagogi Modern, Jakarta
: PT Indeks Permata Puri Media. 2013. Hlm 92-93.