Senin, 08 Agustus 2016

Makalah Prestasi Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya



PRESTASI BELAJAR DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

Makalah
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Psikologi Pendidikan


Disusun :
Siti Khurotun Ayuni         (1403026093)

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSTAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2015


BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Dalam proses belajar, peserta didik atau anak didik mengalami berbagai masalah dalam mencapai prestasi belajarnya. Ada anak yang sering mendapatkan prestasi yang memuaskan ada pula yang sebaliknya. Banyak faktor yang mempengaruhi belajar anak, sehingga menentukan prestasinya. Baik faktor internal dari diri anak itu sendiri maupun faktor eksternal dari luar anak didik seperti lingkungan dan lain sebagainya. Bahkan ada pula pendidik yang tidak mengetahui bagaimana supaya anak didiknya mendapatkan prestasi yang memuaskan. Hanya mengajar di kelas tanpa mengetahui seperti apa keadaan anak didik, baik psikologis maupun fisiknya.
Semua ini menjadi tantangan seorang pendidik dalam proses belajar mengajar. Guna menghadapi murid yang sulit meraih prestasi yang baik kami akan mengulas mengenai prestasi belajar anak didik serta faktor-faktor yang mempengaruhi dan menghambat seorang anak dalam berprestasi.
B.  Rumusan Masalah
1.    Apakah yang dimaksud dengan Prestasi Belajar?
2.    Bagaimanakah Proses untuk Berprestasi?
3.    Aspek-aspek apa sajakah yang terdapat dalam Prestasi Belajar?
4.    Apa sajakah Faktor-Faktor Pencapaian Prestasi Belajar?
5.    Faktor apa saja yang dapat menghambat Pencapaian Prestasi Belajar?


BAB II
PEMBAHASAN
1.    Pengertian Prestasi Belajar
Prestasi belajar (achievement or performance) ialah hasil pencapaian yang diperoleh seorang pelajar (siswa) setelah mengikuti ujian dalam suatu pelajaran tertentu. Prestasi belajar diwujudkan dengan laporan nilai yang tercantum pada buku rapor (report book), atau kartu hasil studi (KHS). Hasil laporan belajar ini diberikan setiap tengah semester, setiap semester, ataupun setiap tahun. Setiap pelajar (siswa) berhak memperolehlaporan hasil prestasi belajar setelah mengikuti berbagai rangkaian kegiatan pelajaran di kelas.
Dalam pendidikan menengah (SMP, SMA, atau SMK) setiap guru mata pelajaran (subject teacher) berperan penting dalam menyampaikan hasil belajar yang di peroleh setiap siswa dikelas yang diajarnya. Dalam pendidikan sekolah dasar (SD) terutama guru kelas 1 atau 2, dikenal guru kelas yang mengajar semua pelajaran. Namun demikian, ada sekolah-sekolah yang menghendaki spesialisasi mata pelajaran yang harus diajarkan oleh masing-masing guru. Tujuannya untuk memberi keluasan setiap guru dalam mengaktualisasikan kompetensinya dalam mengajar suatau mata pelajaran keahliannya kepada para siswa di kelas.
Setiap periode tertentu (tengah semester, setiap semester, atau setiap tahun), siswa akan mengetahui bagaimana laporan hasil prestasi belajarnya. Hasil prestasi belajar ini dapat dimanfaatkan untuk memantau bagaimana taraf kemajuan atau kemunduran, yang dialami setiap siswa selama mereka mengikuti pengajaran yang diasuh oleh guru-guru mata pelajaran.[1]
2.    Proses untuk Berprestasi
Dalam mencapai sebuah hasil belajar yang memuaskan tidak dengan cara yang mudah, tetapi membutuhkan suatu proses untuk mencapai sebuah prestasi. Proses-proses tersebut adalah sebagai berikut :
a.    Motivasi Ekstrinsik dan Intrinsik
Motivasi ekstrinsik (extrinsic motivation) adalah melakukan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu yang lain (sebuah cara untuk mencapai suatu tujuan). Motivasi ekstrinsik seringkali dipengaruhi oleh insentif eksternal seperti penghargaan dan hukuman, pujian, peraturan/tata tertib sekolah, suri tauladan orang tua, guru, dan lain-lain merupakan contoh konkret motivasi ekstrinsik yang dapat menolong siswa untuk belajar. Sebagai contoh seorang siswa dapat belajar dengan keras untuk sebuah ujian dengan tujuan untuk mendapatkan nilai bagus di mata pelajaran tersebut.
Motivasi intrinsik (intrinsic motivation) adalah motivasi internal untuk melakukan sesuatu demi hal itu sendiri (sebuah tujuan itu sendiri). Sebagai contoh seorang siswa dapat belajar dengan keras untuk sebuah ujian karena ia menyukai materi mata pelajaran tersebut.[2]
b.   Determinasi Diri dan Pilihan Personal
Para peneliti telah menemukan bahwa motivasi internal dan minat intrinsic siswa dalam tugas sekolah meningkat ketika siswa mempunyai sejumlah pilihan dan kesempatan untuk memikul tanggungjawab personal untuk pembelajaran mereka (Grolnick dkk., 2002; Stipek, 2002). Sebagai contoh, dalam satu studi, siswa ilmu pengetahuan sekolah menengas atas yang didorong untuk mengorganisasi eksperimen mereka sendiri menunjukkan lebih banyak perhatian dan minat laboratorium dibandingkan teman mereka yang harus mengikuti pembelajaran dan arahan secara terperinci (Rainey, 1965).
Sebuah pandangan dari motivasi intrinsik menekankan determinasi diri (Deci, Koestner, & Ryan, 2001). Dalam pandangan ini, siswa ingin meyakini bahwa mereka melakukan sesuatu atas keinginan mereka sendiri, bukan karena keberhasilan atau penghargaan eksternal. Dibandingkan dengan sebuah kelompok pembanding, siswa dalam kelompok motivasi intrinsik/ determinasi diri ini mendapatkan prestasi yang lebih tinggi dan lebih berkemungkinan lulus dari sekolah menengah atas.
c.    Minat
Psikolog pendidikan juga telah menyelidiki konsep minat, yang telah digolongkan sebagai sesuatu yang lebih spesifik dibandingkan motivasi intrinsic (Blumenfeld, Kempler & Krajick, 2006; Wiegfield dkk., 2006). Riset pada minat terutama telah berfokus pada hubungan antara minat dengan pembelajaran.  Minat dihubungkan dengan tindakan pembelajaran mendalam, seperti ingatan atas gagasan pokok dan respons terhadap pertanyaan pemahaman yang lebih sulit, dibandingkan pembelajaran yang hanya pada permukaan, seperti respons pertanyaan yang sederhana dan ingatan kata demi kata atas teks (Sciefele, 1996).
d.   Penghargaan Ekstrinsik dan Motivasi Intrinsik
Dalam satu studi, siswa yang telah mempunyai minat kuat dalam seni & tidak mengharapkan penghargaan, menghabiskan waktu lebih lama untuk menggambar dibandingkan siswa yang juga telah mempunyai minat kuat dalam seni, tetapi mengetahui bahwa mereka akan diberi penghargaan untuk menggambar (Lepper, Greene, & Nisbett, 1973). Bagaimanapun, penghargaan kelas dapat berguna yaitu sebagai insentif untuk terlibat pada tugas, yang tujuannya untuk mengendalikan perilaku siswa dan menyampaikan informasi mengenai kemampuan untuk menguasai sesuatu. Ketika penghargaan yang ditawarkan menyampaikan informasi mengenai kemampuan untuk mengenai sesuatu, perasaan kompetensi siswa kemungkinan akan meningkat.
Dalam sebuah analisis disebutkan bahwa penghargaan secara verbal (pujian dan umpan balik positif) dapat digunakan untuk meningkatkan motivasi intrinsik siswa. Ketika penghargaan dikaitkan dengan kompetensi, maka cenderung mempromosikan motivasi dan minat. Ketika tidak, penghargaan mungkin tidak akan meningkatkan motivasi atau dapat menghilangkannyasetelah penghargaan dihilangkan (Schunk, 2004). [3]
e.    Atribusi
Teori atribusi (attribution theory) menyatakan bahwa individu termotivasi untuk mengungkap penyebab yang mendasari kinerja dan perilaku mereka sendiri. Atribusi adalah penyebab-penyebab yang menentukan hasil. Ahli-ahli teori atribusi mengatakan bahwa siswa adalah seperti ilmuwan intuitif, yang mencari penjelasan penyebab dibalik apa yang terjadi. Sebagai contoh, seorang siswa bertanya, “Mengapa saya tidak berhasil baik dalam kelas ini?” atau “Apakah saya mendapatkan nilai bagus karena saya belajar dengan keras atau guru membuat ujian yang mudah, atau keduanya?” Pencarian atas penyebab atau penjelasan paling mungkin terpicu ketika kejadian tidak terduga dan penting berakhir dengan kegagalan, seperti ketika seorang siswa yang baik mendapatkan nilai rendah. Beberapa dari penyebab keberhasilan dan kegagalan yang paling sering disimpulkan adalah kemampuan, usaha, kemudahan atau kesulitan tugas, keberuntungan, suasana hati, dan bantuan atau gangguan dari orang lain.
Adapun strategi terbaik yang dapat dilakukan oleh guru dalam membantu siswa meningkatkan cara mereka berurusan dengan atribusi mereka, yaitu sebagai berikut :
1)        Berkonsentrasi pada tugas yang ditangani daripada mengkhawatirkan kegagalan
2)        Mengatasi kegagalan dengan mempelajari hal-hal terdahulu yang telah mereka lakukan untuk menemukan kesalahan mereka atau dengan menganalisis masalahnya untuk menemukan pendekatan yang lain
3)        Menghubungkan kegagalan mereka terhadap kurangnya usaha daripada kurangnya kemampuan.[4]
f.     Efikasi Diri
Efikasi diri adalah keyakinan bahwa “Saya dapat”; sedangkan keputusasaan adalah keyakinan “Saya tidak dapat” (Maddux, 2002; Lodewyk & Winne,2005). Siswa dengan efikasi diri tinggi setuju dengan pernyataan seperti “Saya tahu bahwa saya akan mampu mempelajari materi dalam kelas ini” dan “Saya rasa saya mampu mempelajari materi dalam kelas ini” dan “Saya rasa saya mampu melakukan aktivitas ini dengan baik”. Efikasi diri mempunyai banyak kemiripan dengan motivasi kemampuan menguasai sesuatu dan motivasi intrinsik. Dale Schunk (1991, 1999, 2001, 2004) telah menerapkan konsep efikasi diri pada banyak aspek dari prestasi. Kemampuan untuk mentransfer materi pelajaran adalah salah satu aspek dari efikasi diri pengajaran, tetapi efikasi diri pengajaran juga meliputi keyakinan bahwa seseorang dapat memelihara kelas yang tertib yang merupakan tempat yang menyenangkan untuk belajar dan keyakinan terhadap kemungkinan untuk mendapatkan sumber-sumber serta membuat orang tua terlibat secara positif dalam pembelajaran anak-anak (Bandura, 1997).[5]
g.    Penetapan Tujuan, Perancanaan, dan Pemantauan Diri
Para peneliti telah menemukan bahwa efikasi diri dan prestasi meningkat ketika siswa menetapkan tujuan yang spesifik, bersifat jangka pendek, dan menantang (Bandura, 1997; Zimmerman & Schunk, 2004). Satu strategi bagus lainnya adalah mendorong siswa untuk menetapkan tujuan yang menantang. Sebuah tujuan yang menantang merupakan komitmen terhadap kemajaun diri. Dalam sebuah studi riset, baik guru maupun siswa melaporkan bahwa tujuan yang berfokus pada kinerja merupakan hal yang lebih umum dan tujuan yang berfokus pada tugas kurang umum di kelas sekolah menengah dibandingkan di sekolah dasar (Midgley, Anderman, & Hicks, 1995). Menjadi seorang perencana yang baik berarti merencanakan waktu secara efektif, menetapkan prioritas, dan terorganisasi.
Para peneliti telah menemukan bahwa siswa yang berprestasi tinggi seringkali merupakan pelajar yang memiliki pengaturan diri (Boekaerts, 2006; Pressley& Harris, 2006; Schunk & Zimmerman, 2006). Sebagai contoh, siswa yang berprestasi tinggi lebih banyak memonitor sendiri pembelajaran mereka dan lebih banyak mengevaluasi secara sistematis kemajuan mereka menuju suatu tujuan dibandingkan siswa yang berprestasi rendah. Mendorong siswa untuk memonitor sendiri pembelajaran mereka, menyampaikan pesan bahwa siswa bertanggungjawab terhadap perilaku mereka sendiri serta pembelajaran mengharuskan partisipasi siswa yang aktif dan penuh dedikasi (Boekaerts, 2006). [6]
h.   Ekspektasi
Ekspektasi dapat mempunyai pengaruh yang kuat pada motivasi seseorang. Seberapa keras siswa bekerja dapat tergantung pada seberapa banyak yang mereka harapkan untuk tercapai. Jacqueline Eccles (1987, 1993) mendefinisikan ekspektasi pada keberhasilan siswa sebagai keyakinan mengenai seberapa berhasil mereka dalam menyelesaikan tugas, dalam jangka pendek atau jangka panjang.
Ekspektasi guru mempengaruhi motivasi dan kinerja siswa. Ketika guru mempertahankan ekspektasi umum yang tinggi bagi prestasi siswa dan siswa merasakan ekspektasi ini,siswa akan lebih berprestasi, mengalami rasa memiliki harga diri dan kompetensi yang lebih besar sebagai pelajar, serta menolak keterlibatan dalam perilaku bermasalah baik selama masa kanak-kanak maupun masa remaja (Wingfield, 2006). Guru sering kali mempunyai ekspektasi positif lebih besar untuk siswa dengan kemampuan tinggi dibandingkan untuk siswa dengan kemampuan rendah dan ekspektasi ini akan mempengaruhi perilaku mereka pada siswa. Sebuah strategi pengajaran yang penting adalah untuk memonitor ekspektasi dan memastikan bahwa terdapat ekspektasi positif untuk siswa-siswa dengan rendah didalamnya.[7]
3.    Aspek-aspek yang terdapat dalam Prestasi Belajar
Prestasi belajar harus mencakup aspek-aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Ketiga aspek ini tidak berdiri sendiri, tetapi merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan, bahkan membentuk hubungan hierarki.
a.    Tipe Prestasi Belajar Bidang Kognitif
Tipe-tipe prestasi belajar bidang kognitif mencakup sebagai berikut :
1)   Tipe Prestasi Belajar Pengetahuan Hafalan (knowledge)
Pengetahuan ini mencakup aspek-aspek faktual dan ingatan (sesuatu hal yang harus diingat kembali) seperti batasan, peristilahan, pasal, hukum, bab, ayat, rumus, dan lain-lain. Tipe ini merupakan tingkatan tipe prestasi belajar yang paling rendah. Namun demikian, tipe prestasi belajar ini penting sebagai prasyarat untuk mengusai dan mempelajari tipe-tipe prestasi belajar yang lebih tinggi. Sebagai contoh, bagaimana mungkin seorang siswa bisa melakukan shalat dengan baik tanpa ia hafal bacaan-bacaan dan urutan-urutan kegiatan yang terkait dengan shalat. Demikian juga untuk ibadah-ibadah lainnya seperti wudhu, tayamum, haji, dan sebagainya.
2)   Tipe Prestasi Belajar Pemahaman (comprehention)
Tipe ini lebih tinggi satu tingkat dari tipe sebelumnya. Pemahaman memerlukan kemampuan menangkap makna atau arti dari suatu konsep.
3)   Tipe Prestasi Belajar Penerapan (Aplikasi)
Tipe ini merupakan kesanggupan menerapkan dan mengabtraksikan suatu konsep, ide, rumus, hukum dalam situasi yang baru. Misalnya memecahkan persoalan matematika dengan menggunakan rumus-rumus tertentu.
4)   Tipe Prestasi Belajar Analisis
Tipe ini merupakan kesanggupan memecahkan, menguraikan suatu integritas menjadi unsur-unsur atau bagian-bagian yang mempunyai arti. Analisis merupakan kemampuan menalar yang memanfaatkan unsur pengetahuan, pemahaman, dan aplikasi.
5)   Tipe Prestasi Belajar Sintesis
Sintesis merupakan laan analisis. Analisis tekanannya adalah pada kesanggupan menguraikan suatu integritas menjadi bagian yang bermakna, sedangkan pada sintesis adalah kesanggupan menyatukan unsur atau bagian-bagian menjadi satu integritas. Sintesis juga memerlukan hafalan, pemahaman, aplikasi dan analisis. Melalui sintesis dan analisis maka berpikir kreatif untuk menemukan sesuatu yang baru (inovasi) akan lebih mudah dikembangkan.
6)   Tipe Prestasi Belajar Evaluasi
Tipe ini merupakan kesanggupan memberikan keputusan tentang nilai sesuatu berdasarkan judgment yang dimilikinya dan kriteria yang digunakannya. Tipe prestasi belajar ini dikategorikan paling tinggi. Untuk dapat melakukan evaluasi, diperlukan pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, dan sintesis. [8]
b.   Tipe Prestasi Belajar Bidang Afektif
Bidang afektif berkenan dengan sikap dan nilai. Tipe prestasi belajar afektif tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku seperti atensi atau perhatian terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru dan teman, kebiasaan belajar, dan lain-lain. Tingkatan bidang afektif sebagai tujuan dan tipe prestasi belajar mencakup antara lain :
1)   Receiving atau attending, yakni kepekaan dalam menerima rangsangan (stimulus) dari luar yang datang pada siswa.
2)   Responding atau jawaban, yakni reaksi yang diberikan seorang siswa terhadap stimulus yang datang dari luar.
3)   Valuing (penilaian), yakni berkenaan dengan penilaian dan kepercayaan terhadap gejala atau stimulus.
4)   Organisasi, yakni pengembangan nilai ke dalam suatu sistem organisasi, termasuk menentukan hubungan suatu nilai dengan nilai lain dan kemantapan, prioritas nilai yang telah dimilikinya.
5)   Karakteristik dan internalisasi nilai, yakni keterpaduan dari semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang yang mempengaruhi pola kepribadiannya.[9]
c.    Tipe Prestasi Belajar Bidang Psikomotor
Tipe ini tampak dalam bentuk keterampilan (skill), dan kemampuan bertindak seseorang. Dalam praktik belajar mengajar di sekolah-sekolah, tipe-tipe prestasi belajar kognitif cenderung lebih dominan dari tipe-tipe prestasi belajar afektif dan psikomotor. Misalnya, seorang siswa secara kognitif (evaluasi kognitifnya) dalam mata pelajaran shalat baik, tetapi dari segi afektif dan psikomotor kurang, karena banyak diantara mereka yang tidak bisa mempraktikkan gerakan-gerakan shalat secara baik.[10]
4.    Faktor-Faktor Pencapaian Prestasi Belajar
Terdapat 2 faktor utama yang mempengaruhi pencapaian prestasi belajar siswa yaitu sebagai berikut :
a.    Faktor Internal
Faktor internal ialah faktor yang berhubungan erat dengan segala kondisi siswa, meliputi :
1)   Kesehatan fisik.
Kesehatan fisik yang prima akan mendukung seseorang siswa untuk melakukan kegiatan belajar dengan baik, sehingga ia akan dapat meraih prestasi belajar yang baik pula. Sebaliknya, siswa yang sakit, apalagi kondisi sakitnya sangat parah dan harus dirawat secara intensif di rumahsakit, maka ia tidak dapat berkonsentrasi belajar dengan baik. Tentu saja ia pun tidak akan dapat meraih prestasi belajar dengan baik bahkan bisa berakibat pada kegagalan belajar (learning failure). [11]
2)   Psikologis
a)    Intelegensi (intelligence)
Taraf intelegensi yang tinggi (high average, superior, genius) pada seorang siswa, akan memudahkan bagianya dalam memecahkan masalah-masalah akademis di sekolah. Dengan kemampuan intelegensi yang baik tersebut, maka mereka pun akan mampu meraih prestasi belajar terbaik. Sebaliknya siswa yang memiliki taraf intelegensi rendah, di tandai dengan ketidakmampuan dalam memahami masalah-masalah pelajaran akademis, sehingga berpengaruh pada prestasi belajar yang rendah.
Intelegensi seseorang diyakini sangat berpengaruh pada keberhasilan belajar yang dicapainya. Berdasarkan hasil penelitian prestasi belajar biasanya berkorelasi searah dengan tingkat intelegensi, artinya semakin tinggi tingkat intelegensi seseorang , maka semakin tinggi prestasi belajar yang dicapainya. Bahkan menurut sebagian besar ahli, intelegensi merupakan modal utama dalam belajar dan mencapai hasil yang optimal. Perbedaan intelegensi yang dimiliki oleh siswa bukan berarti membuat guru harus memandang rendah pada siswa yang kurang, akan tetapi guru harus mengupayakan agar pembelajaran yang ia berikan dapat membantu semua siswa, tentu saja dengan perlakuan metode yang beragam.[12]
b)   Bakat siswa. Secara umum, bakat (aptitude) adalah kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang. Dengan demikian, sebetulnya setiap orang mempunyai bakat dalam arti berpotensi untuk mencapai prestasi sampai ke tingkat tertentu sesuai dengan kapasitas masing-masing. Jadi secara global bakat itu mirip dengan intelegensi. Itulah sebabnya seorang anak yang berintelegensi sangat cerdas (superior) atau cerdas luar biasa (very superior) disebut juga sebagai talented child, yakni anak berbakat.[13]
c)    Minat adalah ketertarikan secara internal yang mendorong individu untuk melakukan sesuatu atau kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Sifat minat bisa temporer, tetapi bisa menetap dalam jangka panjang. Minat temporer (temporary interest) hanya bertahan dalam jangka waktu pendek, dalam hal ini bisa dikatakan minat yang rendah (low interest). Minat yang kuat (high interest), pada umumnya bisa bertahan lama karena seseorang benar-benar memiliki semangat, gairah dan keseriusan yang tinggi dalam melakukan sesuatu hal dengan baik. Bila dikaitkan dengan suatu mata pelajaran, maka ia akan sungguh-sungguh dalam mempelajari materi pelajaran tersebut. Hal ini mengakibatkan seseorang bisa meraih prestasi belajar yang tinggi. Namun mereka yang tidak mempunyai minat (minatnya rendah) terhadap suatu pelajaran, maka ia tidak akan serius dalam belajar, akibatnya prestasi belajarnya pun rendah.
d)   Kreativitas ialah kemampuan untuk berpikir alternatif dalam menghadapi suatu masalah, sehingga ia dapat menyelesaikan masalah tersebut dengan cara yang baru dan unik. Kreatifitas dalam belajar memberi pengaruh positif bagi individu untuk mencari cara-cara terbaru dalam menghadapi suatu masalah akademis. Ia tidak akan terpaku dengan cara-cara klasik namun berupaya mencari terobosan baru, sehingga ia tidak akan putus asa dalam belajar.[14]
3)   Motivasi adalah dorongan yang menggerakkan seseorang untuk melakukan sesuatu dengan sungguh-sungguh. Motivasi belajar (learning motivation) adalah dorongan yang menggerakkan seorang pelajar untuk sungguh-sungguh dalam belajar menghadapi pelajaran di sekolah. Motivasi berprestasi (achievement motivation) ialah otivasi yang akan mendorong individu untuk meraih prestasi belajar yang setinggi-tingginya. Mereka yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi , pada umumnya ditandai dengan karakteristik bekerja keras atau belajar secara serius, menguasai materi pelajaran, tidak putus asa dalam menghadapi kesulitan , bila menghadapi suatu masalah maka ia berusaha mencari cara lain.
Tujuan motivasi adalah untuk menggerakkan atau menggugah seseorang agar timbul keinginan dan kemauannya untuk melakukan sesuatu sehingga dapat memperoleh hasil atau mencapai tujuan tertentu.[15]
4)   Kondisi Psikoemosional yang stabil
Kondisi emosi adalah bagaiman keadaan perasaan suasana hati yang dialami oleh seseorang. Kondisi emosi seringkali dipengaruhi oleh pengalaman dalam hidupnya. Misalnya : putus hubungan dengan kekasihnya, maka membuat seorang pelajar tidak bergairah dalam belajarnya karena merasa sedih, atau depresi, sehingga berakibat rendahnya prestasi belajarnya.[16]
b.   Faktor Eksternal
Faktor eksternal ialah faktor yang berasal dari luar individu, baik berupa lingkungan fisik maupun lingkungan sosial.
1)   Lingkungan fisik sekolah (school physical environmental) ialah lingkungan yang berupa sarana dan prasaranayang tersedia di sekolah yang bersangkutan. Sarana dan prasarana di sekolah yang memadai seperti ruang kelas dengan penerangan, ventilasi udara yang cukup baik, tersedianya AC (penyejuk ruangan), Overhead Projector (OHP) atau LCD, papan tulis (whiteboard), spidol, perpustakaan lengkap, laboratorium, dan sarana penunjang belajar lainnya. Kelengkapan sarana dan prasarana akan berpengaruh positif bagi siswa dalam meraih prestasi belajar.
2)   Lingkungan sosial kelas (Class Climate environment) ialah suasana psikologis dan sosial yang terjadi selama proses belajar mengajar antara guru dan murid di dalam kelas. Iklim kelas yang kondusif memacu siswa untuk bergairah dalam belajar dan mempelajari materi pelajaran yang baik.
3)   Lingkungan sosial keluarga (Family sosial environment) ialah suasana interaksi sosial antara orang tua dengan anak-anak dalam lingkungan keluarga. Orangtua yang tidak mampu dalam mengasuh anak-anak dengan baik, karena orangtua cenderung otoriter sehingga anak-anak bersikap patuh semu (pseudo obedience) dan memberontak bila di belakang orang tua. Pengasuhan permisif yang serba memperbolehkan seorang anak untuk berperilaku apa saja, tanpa ada kendali orang tua, akibatnya anak tidak tahu akan tuntutan dan tanggung jawab dalam hidupnya sebagai pelajar. Kedua pengasuhan ini akan berdampak buruk pada pencapaian prestasi belajar anak disekolah. Namun orang tua yang menerapkan pengasuhan demokratis yang ditandai dengan komunikasi aktif orang tua/anak, menetapkan aturan dan tanggung jawab yang jelas bagi anak, orang tua yang mendorong anak untuk berprestasi terbaik, maka pengasuhan yang kondusif ini akan berpengaruh positif dalam pencapaian prestasi belajar anak di sekolah.[17]


5.    Faktor Penghambat Pencapaian Prestasi Belajar
Sifat-sifat buruk yang melekat pada diri seorang individu yang dapat menghambat pencapaian prestasi belajar di sekolah antara lain:
a.    Malas ialah sifat keengganan yang menyebabkan seseorang tidak mau untuk melakukan sesuatu. Malas belajar ialah sifat keengganan (ketidakmauan) yang menyebabkan seseorang tidak mau untuk belajar dalam upaya mencapai prestasi demi masa depan hidupnya. Orang yang malas menganggap belajar sebagai suatu hal yang tidak penting, orang malas juga sering kali menunjukkan sikap prokrastinasi yaitu menunda-nunda suatu pekerjaan yang seharusnya dapat dikerjakan dalam waktu secepatnya. Oleh karena itu orang malas akan berpengaruh buruk pada prestasi belajarnya.
b.    Sifat keterpaksaan ialah suatu sifat yang mudah mengeluh, mengomel dan tidak mau melakukan suatu tugas yang harus dikerjakan oleh siswa. Sifat ini dianggap sebagai penghambat karena seorang pelajar tidak memiliki kesadaran untuk belajar.
c.    Persepsi diri yang buruk. Seorang siswa yang memiliki persepsi yang buruk (bad perception) terhadap diri sendiri, pada umumnya berasal dari lingkungan keluarga yang tidak mendukung keberhasilan dalam suatu pelajaran dan senantiasa memperlakukan secara buruk terhadap seorang anak. Persepsi buruk ditandai dengan suatu perasaan bahwa dirinya adalah orang yang bodoh, tidak mampu, dan tidak bisa berbuat apa-apa dalam mengikuti pelajaran di sekolah. [18]














BAB III
PENUTUP
A.  KESIMPULAN
Prestasi belajar (achievement or performance) ialah hasil pencapaian yang diperoleh seorang pelajar (siswa) setelah mengikuti ujian dalam suatu pelajaran tertentu. Prestasi belajar diwujudkan dengan laporan nilai yang tercantum pada buku rapor (report book), atau kartu hasil studi (KHS).
Terdapat beberapa proses untuk berprestasi, yaitu :
1.    Motivasi Ekstrinsik dan Intrinsik. Motivasi ekstrinsik (extrinsic motivation) adalah melakukan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu yang lain (sebuah cara untuk mencapai suatu tujuan). Sedangkan Motivasi intrinsik (intrinsic motivation) adalah motivasi internal untuk melakukan sesuatu demi hal itu sendiri (sebuah tujuan itu sendiri).
2.    Determinasi Diri dan Pilihan Personal. Para peneliti telah menemukan bahwa motivasi internal dan minat intrinsic siswa dalam tugas sekolah meningkat ketika siswa mempunyai sejumlah pilihan dan kesempatan untuk memikul tanggungjawab personal untuk pembelajaran mereka.
3.    Minat adalah kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu.
4.    Penghargaan Ekstrinsik dan Motivasi Intrinsik
5.    Atribusi. Teori atribusi (attribution theory) menyatakan bahwa individu termotivasi untuk mengungkap penyebab yang mendasari kinerja dan perilaku mereka sendiri. Atribusi adalah penyebab-penyebab yang menentukan hasil.
6.    Efikasi Diri, adalah keyakinan bahwa “Saya dapat”; sedangkan keputusasaan adalah keyakinan “Saya tidak dapat”. Siswa dengan efikasi diri tinggi setuju dengan pernyataan seperti “Saya tahu bahwa saya akan mampu mempelajari materi dalam kelas ini” dan “Saya rasa saya mampu mempelajari materi dalam kelas ini” dan “Saya rasa saya mampu melakukan aktivitas ini dengan baik”.
7.    Penetapan Tujuan, Perancanaan, dan Pemantauan Diri. Para peneliti telah menemukan bahwa efikasi diri dan prestasi meningkat ketika siswa menetapkan tujuan yang spesifik, bersifat jangka pendek, dan menantang.
8.    Ekspektasi. Jacqueline Eccles (1987, 1993) mendefinisikan ekspektasi pada keberhasilan siswa sebagai keyakinan mengenai seberapa berhasil mereka dalam menyelesaikan tugas, dalam jangka pendek atau jangka panjang.
Terdapat tiga aspek dalam Prestasi Belajar, yaitu ;
1)   Tipe Prestasi Belajar Bidang Kognitif, tipe ini mencakup Tipe Prestasi Belajar Pengetahuan Hafalan (knowledge), Tipe Prestasi Belajar Pemahaman (comprehention), Tipe Prestasi Belajar Penerapan (Aplikasi), Tipe Prestasi Belajar Analisis, Tipe Prestasi Belajar Sintesis, Tipe Prestasi Belajar Evaluasi.
2)   Tipe Prestasi Belajar Bidang Afektif, tipe ini berkenan dengan sikap dan nilai.
3)   Tipe Prestasi Belajar Bidang Psikomotor, Tipe ini tampak dalam bentuk keterampilan (skill), dan kemampuan bertindak seseorang.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian prestasi belajar, dibagi menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal, faktor internal meliputi kesehatan fisik, psikologis (intelegensi, bakat siswa, minat, kreativitas), motivasi, dan kondisi psikoemosional yang stabil. Sedangkan faktor eksternal meliputi faktor dari luar individu yaitu Lingkungan fisik sekolah (school physical environmental), Lingkungan sosial kelas (Class Climate environment), Lingkungan sosial keluarga (Family sosial environment).
Selain faktor yang mempengaruhi pencapaian prestasi belajar, juga terdapat faktor yang menghambat pencapaian prestadi belajar, diantaranya yaitu ; malas, sifat keterpaksaan, dan persepsi diri yang buruk.
B.  KRITIK DAN SARAN

Demikianlah makalah ini kami sampaikan kepada kalian, banyak salah dan kekurangan dari kami tentunya, kami berharap ada masukan berupa kritik dan saran karena itu sangat membantu untuk perbaikan makalah kami dan semuanya dipertemuan selanjutnya, terimakasih atas perhatiannya semoga bermanfaat.



DAFTAR PUSTAKA
Dariyo, Agoes. Dasar-Dasar Pedagogi Modern. 2013.Jakarta : PT Indeks Permata Puri Media.
Khodijah, Nyayu. Psikologi Pendidikan. 2014. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Purwanto, M. Ngalim Psikologi Pendidikan. 1996. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Santrock, John W. Educational Psychology Buku 2. 2009. Jakarta : Salemba Humanika.
Syah, Muhibbin. Psikologi-Cet.1. 1999. Jakarta : PT Logos Wacana Ilmu.
Tohirin. Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. 2006 Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.


[1] Agoes Dariyo, Dasar-Dasar Pedagogi Modern, (Jakarta : PT Indeks Permata Puri Media. 2013). Hlm 89-90.
[2] John W. Santrock, Educational Psychology Buku 2, Jakarta : Salemba Humanika. 2009. Hlm 204-205.
[3] John W. Santrock, Educational Psychology Buku 2, (Jakarta : Salemba Humanika. 2009). Hlm 206-209.

[4] John W. Santrock, Educational Psychology Buku 2, (Jakarta : Salemba Humanika. 2009). Hlm 211-213.
[5] John W. Santrock, Educational Psychology Buku 2, (Jakarta : Salemba Humanika. 2009). Hlm 216-218.
[6] John W. Santrock, Educational Psychology Buku 2, Jakarta : Salemba Humanika. 2009. Hlm 218-221.
[7] John W. Santrock, Educational Psychology Buku 2, Jakarta : Salemba Humanika. 2009. Hlm 221-224.
[8] Drs. Tohirin, Ms. M. Pd, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2006. Hlm 151-154.
[9] Drs. Tohirin, Ms. M. Pd, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2006. Hlm 154-155.
[10] Drs. Tohirin, Ms. M. Pd, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2006. Hlm 155-156.
[11] Agoes Dariyo, Dasar-Dasar Pedagogi Modern, (Jakarta : PT Indeks Permata Puri Media. 2013). Hlm 90.
[12] Dr. Nyayu Khodijah, S.Ag., M.Si, Psikologi Pendidikan, (Jakarta : Raja Grafindo Persada. 2014). Hlm 101-102.
[13] Muhibbin Syah, M.Ed, Psikologi-Cet.1, (Jakarta : PT Logos Wacana Ilmu. 1999.) Hlm 135-136.
[14] Agoes Dariyo, Dasar-Dasar Pedagogi Modern, (Jakarta : PT Indeks Permata Puri Media. 2013). Hlm 90-91.
[15] Drs. M. Ngalim Purwanto, MP, Psikologi Pendidikan, Bandung : PT Remaja Rosdakarya. 1996. Hlm 73.
[16] Agoes Dariyo, Dasar-Dasar Pedagogi Modern, Jakarta : PT Indeks Permata Puri Media. 2013. Hlm 91-92.
[17] Agoes Dariyo, Dasar-Dasar Pedagogi Modern, Jakarta : PT Indeks Permata Puri Media. 2013. Hlm 92.
[18] Agoes Dariyo, Dasar-Dasar Pedagogi Modern, Jakarta : PT Indeks Permata Puri Media. 2013. Hlm 92-93.